Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tiba di Jayapura pada hari minggu (21/11)untuk melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Papua selama dua hari. Presiden yang didampingi Ibu Ani Yudhoyono berangkat menuju Papua dari Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Minggu pukul 09.00 WIB, menggunakan Pesawat Garuda Indonesia Boeing 737-800.
Kedatangan Presiden SBY ke Jayapura tentu membawa suatu harapan bagi rakyat di Jayapura dan Papua pada umumnya. Harapan yang sudah lama ditunggu-tunggu. Apakah Harapan itu? Apakah Dalam perjalanan SBY kali ini akan mampu menjawab harapan-harapan Rakyat Papua?
Situasi jelang kedatangan Presiden SBY ke Jayapura, Papua. Aman dibawah penjagaan ketat Ribuan aparat keamanan. Namun di Wamena telah terjadi penangkapan terhadap 8 warga sipil oleh aparat keamanan. Satu diantaranya seorang perempuan.
Delapan warga sipil itu adalah 1. Meki Tabuni 2. Oskar Kolago 3. Pius Wandikbo 4. Kalialoma Ning 5. Akius Ginia 6. Emina Wenda (wanita) 7. Ali Yikwa 8. Andius Ginia. Para warga sipil ini di tangkap karena hendak melakukan protes atas salah satu teman mereka yang pernah disiksa aparat keamanan meninggal dunia.
Persoalan lain misalnya soal Kasus kekerasan aparat keamanan terhadap rakyat sipil di Papua. Yang paling heboh adalah kasus video kekerasan yang dilakukan aparat TNI di Puncak Jaya, Papua. Pelakunya hanya di berikan hukuman penjara beberapa bulan saja. “ ini tidak memberikan kepuasan dan jauh dari nilai keadilan bagi para korban di Puncak Jaya” tegas Benny Giay, Ketua Sinode Kigmi Papua, Kamis (18/11).
Pendeta Dr Benny Giay adalah salah satu orang yang dicantumkan dan dianggap berbahaya sehingga menjadi target dalam Dokumen Rahasia Kopassus yang terbongkar. Terkait kasus itu Allan Nairn menghebohkan Indonesia saat kedatangan Presiden Obama ke Indonesia, minggu lalu.
Persoalan berikut adalah soal Dana Otonomi Khusus yang setiap tahun meningkat namun tidak ada perubahan bagi kehidupan rakyat Papua.
Menanggapi hal ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan perlunya dilakukan audit atas penggunaan anggaran negara dalam pembangunan daerah otonomi khusus di Pulau Papua. Ini diperlukan lantaran seolah-olah tidak ada perubahan dan kemajuan di dua propinsi di Papua.
Pada 2010 meningkat jadi Rp2,69 triliun dan Papua Barat Rp1,15 triliun. Padahal jumlah triliunan ini belum termasuk pajak bagi hasil sumberdaya alam.
jika beracu pada amanat UU Otsus untuk membayar pajak pertambangan umum pada Pemerinah Propinsi Papua. Pemerintah pusat di Jakarta masih terus mengklaim atau merampas hasil dari Freeport. Sementara UU Otsus mengamanatkan bahwa setiap perusahaan pertambangan umum, seperti PT Freeport Indonesia, wajib membayar pajak bagi hasil sumber daya alam sebesar 80 persen kepada Propinsi Papua.
Hingga Sembilan tahun pelaksanaan undang-undang Otonomi Khusus di papua soal pajak bagi hasil Pemerintah Pusat baru memberikan sebesar 18 Persen. Sementara amanat Undang-undang Otsus Papua untuk bagi hasil pajak sebesar 80 Persen untuk Daerah. Hal ini kemudian dibenarkan oleh Wakil Gubernur Papua, Alex Hesegem. Dalam Rapat Evaluasi Kinerja Dinas Pendapatan Daerah se Papua di Hotel Sheraton di Timika pada 7 Oktober 2008. Menurut Wagub, sikap pemerintah pusat yang masih terkesan mempermainkan pemerintah daerah.
Analis politik Elsam Amirudin Al Rahab mengatakan, hampir semua lembaga negara tidak mempelajari dengan baik Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) Papua nomor 21 tahun 2001. Malah justru menghancurkannya.
“Undang-Undang Otsus Papua sudah tidak bisa dipakai lagi. Karena sudah diubah dengan 15 produk aturan lain yang saling bertentangan,” kata Amirudin di kantor Komnas HAM, Rabu 24 februari lalu.
Pekerjaan rumah berikut yang harus diselesaikan Presiden SBY berikut adalah soal tuntutan penyelesaian papua secara Damai melalui Dialog Jakarta- Papua. Pikiran dan kampanye perlunya dialog antara Jakarta dan Papua ini digalakan oleh LIPI dan Tim Jaringan Damai Papua.
Pater Dr. Neles Tebay Pr, penggagas Dialog Jakarta-Papua misalnya mengatakan wacana dialog antara Jakarta-Papua, bukan muncul tahun ini saja, melainkan sudah lebih dari enam tahun lalu, saat Presiden SBY masih menjabat sebagai Menkopolhukam” tegas Tebay.
Persoalan lain yang masih belum tersentuh adalah soal pro dan kontra terhadap kegagalan Otonomi Khusus Papua. Pihak Pemerintah Daerah mengakui bahwa pelaksanaan Otonomi Khusus Papua berhasil di jalankan, Namun tak sedikit orang Papua yang mengatakan pelaksanaan Otonomi Khusus sudah gagal Total.
Forum Demokrasi Rakyat Papua Bersatu (Fordem) menuntut referendum. Berdasarkan hasil evaluasi Majelis Rakyat Papua, Otonomi Khusus selama sembilan tahun terakhir gagal total.
Ketua Fordem Salmon Yumame menyampaikan, perlu diketahui bahwa Otsus Papua lahir karena rakyat Papua tuntut Merdeka, sehingga pemerintah pusat memberikan Otsus agar rakyat Papua bisa mengatur dirinya sendiri sesuai amanat UU Otsus Papua. Kenyataan yang terjadi selama 9 tahun perjalanan Otsus Papua jaug dari harapan masyarakat, ruang gerak orang Papua dibatasi oleh pemerintah pusat ketika menjalankan kebijakan Otsus Papua” tegas Yumame beberapa waktu lalu.
Contoh lain kegagalan Otonomi Khusus misalnya mengakomodasi hak-hak dasar orang Papua asli dalam Keputusan MRP Nomor I/KK-MRP/2009 Bagian Kedua, paragraf 3, pasal 8 dengan Hak Atas Lambang, disebutkan bahwa orang asli Papua berhak mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai budaya dalam bentuk lambang daerah sebagai perwujudan dari keluhuran dan jati diri orang asli Papua. Lambang daerah yang dimaksud dalam pasal ini antara lain berbentuk bendera, lagu, logo dan semboyan.
“ Dalam Otsus ada pengakuan tentang bendera bintang Kejora dapat dikibarkan, namun kenyataannya, kami ditangkap, dibunuh dan diteror. Pemerintah Pusat justru menerbitkan Peraturan Pemerintah nomor 77 tahun 2007 tentang larangan Pengibaran Bintang Kejora. Tegas Selpius Bobii, mantan Narapidana Politik dan Ketua Front Pepera.
Apakah Tuntutan Kegagalan otsus Papua akan menjadi perhatian Presiden SBY selama di Jayapura? Tentu tidak karena Presiden SBY ke Jayapura justru untuk melakukan perbaikan Penguatan Kapasitas Keuangan Daerah sekaligus penandatanganan Akta Integritas bersama pihak DPRD, bupati/walikota, pimpinan daerah Pemerintah Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
Ataukah Presiden SBY akan menyebut satu kata soal HAM? bahwa di Papua terjadi banyak Pelanggaran HAM?. “Sangat Mustail karena jelang kedatangannya saja ibarat jayapura dalam keadaan perang. Karena aparat TNI dan Polri bersenjata lengkap menutupi ruang gerak warga sipil Papua. Sebanyak 1.863 anggota aparat keamanan gabungan TNI dan Polisi disiagakan” tegas Bobii. (TS:John Pakage ( Papua)
No comments:
Post a Comment