Tempo Semanal, Jayapura 09.11.2010- Obama cuma 23 jam di Jakarta, menunjukkan bahwa Indonesia , apalagi Papua, tidak dianggap terlalu penting dalam kunjungan ini. Di India, dia berkunjung di dua kota selama tiga hari, lihat museum Mahatma Gandhi dsb. Seoul dan Jepang juga penting karena ekonomi dan militer mereka. Obama ke Indonesia untuk memulihkan kerjasama yang sebelumnya sempat mengalami pasang surut. Misalnya ketika dalam mekanisme dengar pendapat (hearing) di Kongres AS akhir September lalu sejumlah Tokoh telah membahas persoalan Papua.
Dengar pendapat ini diprakarsai oleh Ketua Komite Luar Negeri/Sub Komite Asia Pasifik dan Lingkungan Global, Eni Faleomavaega (Anggota Kongres dari Samoa ). Pejabat administrasi AS diwakili oleh Asisten Deputi Sekretaris Timur Asia Pasifik Negeri Joseph Yun, dan Deputi Asisten Menteri Pertahanan untuk Urusan Selatan dan Asia Tenggara, Scher Robert.
Dari kalangan lembaga nonpemerintah diwakili antara lain oleh Sophie Richardson (Human Rights Watch), Pieter Drooglever (Institute of Netherlands History, Den Haag), S. Eben Kirksey (The City University of New York), Octovianus Mote (West Papua Action Network, Papua Resource Center), serta Nick Messet dari Independent Group Supporting Special Autonomous Region of Papua Within Republic of Indonesia (Issapri).
Anggota Komite Luar Negeri/Sub Komite Asia Pasifik dan Lingkungan Global yang hadir adalah Bob Inglis (Anggota Kongres dari South Carolina), Watson (California) dan Jackson Lee (Texas).
Dalam hearing tersebut,Perwakilan Bangsa Papuatelah mengirimkan enam wakil, yang sebagian besar memang sudah tinggal di luar negeri. Mereka berusaha menggugah simpati anggota kongres dengan menyampaikan pengalaman pribadi masing-masing, khususnya oleh pihak keamanan Indonesia . Kelompok ini berupaya untuk kembali menpertanyakan proses Undang-Undang Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969 yang dinilai tidak mencerminkan aspirasi rakyat Papua.
Oktovianus Mote bahkan dengan gigih menentang proses pelaksanaan otonomi khusus. ''Itu sudah gagal, sehingga perlu dilakukan dialog dengan melibatkan mediasi pihak ketiga,'' kata di depan Kongres.
Andreas Harsono dari Human Right Wacht kepada media ini mengatakan dengan kekalahan Partai Demokrat tentu menjadi pukulan berat bagi Obama untuk dapat membuat kebijakan-kebijakan kemanusian, juga tentu tidak muda untuk Obama memperhatikan dan menjawab tuntutan dan harapan bangsa Papua’ tegasnya.
Dalam Pemilu di Amerika Partai Republik AS kembali memegang kendali atas DPR dari hasil pemilihan sela, namun partai Presiden Barack Obama, Demokrat berhasil mempertahankan dominasi di Senat.
Hasil pemilihan sela memberi Republik lebih dari 230 kursi dari total 435 kursi DPR.
Hasil ini mengantar kubu Republik berhasil merebut kendali posisi mayoritas yang terlepas dari tangan mereka tahun 2006.
Sebaliknya, bagi Partai Demokrat, kekalahan ini merongrong keleluasaan mereka untuk bisa meloloskan rancangan undang-undang
Wartawan BBC di Washington 3 November lalu mengatakan hasil ini pukulan berat bagi Presiden Obama.
Sementara menanggapi kedatangan Obama ke Indonesia Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq dalam Metrotvnews.com Jumat, 29 Oktober 2010 lalu berharap Presiden Amerika Serikat Barrack Obama tidak membahas persoalan Papua dalam rangkaian kunjungan kerjanya ke Indonesia pada November 2010.
Bangsa Papua berharap agar Obama dapat berbuat banyak untuk kebebasan Papua untuk itu Kamis 4/11 lalu Komite Nasional papua Barat (KNPB) kembali menggelar demo damai ke Kantor DPRP.
Juru bicara KNPB Maco Tabuni kepada media ini di halaman DPRP mengatakan pihaknya , meminta DPRP untuk memfasilitasi komponen dari Papua untuk bertemu langsung Presiden AS , Barak Obama,” ungkapnya.
Ketua Solidaritas Nasional Bangsa Papua Untuk Obama (SONABPO) Selpius Bobi juga mengatakan bahwa Amerika yang paling bertanggungjawab atas Papua, untuk itu Obama diharapkan mampu memberikan jawaban yang pas buat rakyat Papua.
Ernest Z Bower dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) pada 2 November lalu menulis Apa yang Obama lakukan di Jakarta ? Memulihkan hubungan antara amerika dan Indonesia yang mana sudah 3 kali batal ke Indonesia . Dan membangun kerja sama dengan Negara-negara berkembang.
Jalankan kemitraan secara komprehensif. Kemitraan tersebut mencakup inisiatif utama dalam perdagangan dan investasi, keamanan maritim, kontraterorisme, pendidikan tinggi, dan kerjasama tentang perubahan iklim dan efektif meningkatkan hubungan dengan Indonesia ke tingkat substantif baru.
Penguatan kerjasama keamanan dan hubungan-ke-militer militer dengan Indonesia . Amerika Serikat hampir kehilangan kontak dengan militer Indonesia (singkatan bahasa Indonesia disebut TNI) selama hampir dua dekade kekhawatiran tentang pelanggaran hak asasi manusia di Timor Timur dan Aceh di bawah Presiden Suharto dan penggantinya segera. Pemerintahan Obama telah bekerja untuk membuka kembali hubungan dengan bekerja dengan Presiden Yudhoyono untuk mengamankan sebuah janji bahwa unit Pasukan Khusus, Kopassus, akan memiliki anggota yang diidentifikasi dengan pelanggaran hak asasi manusia yang dihukum dan akan bertindak tegas pada setiap pelanggaran masa depan. Komitmen itu sedang diuji sebagai video yang menunjukkan anggota angkatan bersenjata Indonesia mengalahkan aktivis separatis di Provinsi Papua Barat telah muncul di YouTube.
Sehingga jelas sidang dan pemberian sanksi hukum sesuai KUHPM (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer) bagi Lima anggota TNI Batalyon 753/Nabire yang terlibat penganiayaan warga di Puncak Jaya, Papua, yang telah disidangkan Jumat (5/11). Tersangka terdiri atas 1 perwira dan 4 tamtama dilakukan karena ketakutan Indonesia terhadap dunia internasional terutama Obama.
Ketakutan Indonesia juga dapat terlihat ketika kepolisian Daerah Papua tidak memberikan surat Ijin kepada aktivis di Jayapura yang hendak melakukan aksi Damai. Bahkan telah menangkap sejumlah aktivis.
Kapolresta Jayapura AKBP Imam Setiawan kepada para aktivis Papua di halaman Polresta mengatakan besok tanggal 9 novmber tidak boleh melakukan aksi Demo.
Para aktivis Mahasiswa yang ditangkap di Jayapura dan dilarang untuk melakukan aksi Damai selama Obama di Indonesia ini terjadi setelah para aktivis ini menggelar konprensi Pers atas nama Solidaritas Bangsa Papua untuk kedatangan Obama.
Dalam Pernyataan sikapnya Ketua Solidaritas Bangsa Papua untuk kedatangan Obama, Selpius Bobi mengatakan Amerika Serikat ,Belanda , Republik Indonesia dan Perserikatan Bangsa –Bangsa Harus bertanggung Jawab atas Papua Barat mencaplok ke dalam Negara Kesatuan Repblik Indonesia ( NKRI ) Karena Kepentingan Ekonomi Amerika Serikat .
Pada tanggal 15 Agustus 1962 Mengadakan Persetujuan New York Agreement dengan Negara Indonesia bahwa Papua harus di serahkan ke Indonesia , Karena Pada saat itu Amerikat Serikat merasa goyang karena Ekonomi Kawasan Asia pasifik dengan adanya pengaruh Komunis sehingga Amerika Serikat mendesak Pemerintah Belanda dan PBB untuk menyerahkan Papua barat kepada NKRI . Berdasarkan New York Agreement Belanda Menyerahkan Papua Barat Ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui PBB( UNTEA ) mulai tanggal 1 Mei 1963 . Persetujuan ini terjadi Sebelum Pelaksanaan PEPERA tahun 1969 Tanah Papua dan Tanpa melibat orang Papua.
PEPERA tahun 1969 di laksanakan sebelumnya Sudah ada dua Kesepakatan 1. Nota Kesepahaman antara Negara Indonesia dan Pemerintah Amerika Serikat tahun 1967 tentang PT. Freeport Tembagapura di Timika. 2. Persetujuan New York Agreement dengan Negara Indonesia bahwa Papua harus di serahkan ke Indonesia melalui PBB , Dengan adanya 2 kesepahaman atau Persetujuan tersebut Negara Indonesia menjadi kekuatan atau jaminan untuk memainkan kepentingan dalam pelaksanaan PEPERA 1969. Buktinya sebelum PEPERA di laksanakan di pengawasan Militer Indonesia sehingga Kekerasan terhadap orang Papua pro Papua Merdeka di mulai dengan cara tangkap, disiksa, di penjarakan dan di bunuh lalu di kubur hadapan Pemerintah Belanda dan PBB itu ulah kepentingan Ekonomi Amerika Serikat diatas Tanah papua
PEPERA tahun 1969 di laksanakan oleh Pemerintah Indonesia di bawah Pengawasan Perserikatan Bangsa-Bangsa, sehingga Dengan kekuatan Militer Indonesia mengintimidasi , mengangkat dan di tentukan Dewan Musyawarah Pepera ( DMP ) oleh Pemerintah Indonesia. PBB dan Indonesia Tidak pernah di beri kesempatan kepada Bangsa Papua untuk diskusi menentukan siapa-siapa yang berhak mewakili bangsa Papua.
Tanggal 19 September 1969 ORTISAN Sekjen PBB melaporkan di hadapan Majelis umum PBB hasil Pelaksanaan PEPERA , namun 15 Negara menolak hasil PEPERA dan Meninggalkan ruang sidang keluar karena di dalam laporan itu telah di dapati bahwa adanya cacat hukum dan cacat Moral dalam pelaksanaan PEPERA 1969 tersebut . Dan Beberapa Kali gelar sidang membahas PEPERA 1969 15 Negara tetap gotot menolak hasil Pepera, Maka sidang terakhir pada bulan November 1969 Sidang Umum PBB hanya membahas dan menetapkan resolusi PBB dengan Nomor 2054 salah satu isi Resolusi adalah Indonesia menduduki Papua Barat selama 25 tahun terhitung tanggal 1 Mei 1963 sampai dengan tanggal 14 Desember 1988, Kedaulatan Bangsa Papua harus di kembalikan kepada Bangsa Papua tetapi PBB tidak mengikuti Proses kesepakatan dalam Rekomendasi itu tidak di berikan kesepakatan untuk menentukan nasib sendiri ,Maka pada Tanggal 14 Desember 1988 Dr Thom Wanggai Mph menklarasikan Republik Melanesia Barat.
Sejak Tahun 1969 Otonomi luas dan Real Selama 25 tahun , Dana 30 puluh juta USD di Siapkan Amerika Serikat Melalui IMF, Indonesia di beri mandat untuk mempersiakan Bangsa Papua selama 25 tahun . Namun dana yang di siapkan Amerika Serikat ini di peruntuhkan atau di gunakan memperlancar Program Transmigrasi dari Pulau Jawa di kirim Papua .Jadi Selama 25 tahun yang terjadi Pengiriman Transmigrasi secara besar-besaran , dan Papua di Jadikan Daerah Operasi Militer ( DOM ). Dan Program Pengirim Transmigrasi ke Papua adalah atas kesepatan Pemerintah Amerika Serikat, Pemerintah Belanda, Pemerintah Indonesia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ) , ini merupakan salah satu strategi untuk menusnakan bangsa Papua dari tanah Papua , sehingga orang transmigrasi dari Jawa yang menguasai sebagai pemilik Tanah Papua.
Sejak Tahun 1961 sampai dengan Tahun 1969 sandiwara yang di mainkan Amerika Serikat, Belanda , PBB dan RI telah mengorbangkan Bangsa Papua Pro Merdeka ribuan orang menjadi korban kekerasan Aparat Militer Indonesia ( Pelanggaran HAM ) . Dalam rukun waktu itu di kategorikan sebagai Kekerasan Aparat Militer Indonesia ( Pelanggaran HAM ) . Termasuk Nota Kesepahaman tahun 1967 Negara Indonesia dan Pemerintah Amerika Serikat tentang PT. Freeport di Timika awal mulainya Eksploitasi Kekayaan Alam Papua dibawah keluar dari Tanah Papua.
Dengan melihat persoalan, Kedatangan Obama Amerika Serikat ,Belanda , Republik Indonesia dan Perserikatan Bangsa –Bangsa Harus bertanggung Jawab atas Papua Barat.
(Krist Pakage ( Papua) Kontribuitor Tempo Semanal)
No comments:
Post a Comment