PENULIS Tonze da Costa
KORUPSI
bagian dari kapitalisme disamping itu pula korupsi merupakan perbuatan yang
sangat keji, kejam dan tak bermoral atau
itikad buruk, itikad jahat “Kwade Trow”.
Hal ini jika dicermati dalam hukum tindak
pidana korupsi, memang suatu perbuatan yang bejat atau suatu tindakan yang
jahat. Berbicara soal kejahatan cukup banyak pakar yang membicarakan mengenai
kejahatan baik pada soal pengertian, jenis, modus, operandi, akibat-akibatnya
maupun pada soal penyelesaiannya secara preventif dan represif, psikologis dan
budaya, namun adapula yang memperdebatkan secara religios “agama”.
Dalam hal
ini dimana ada manusia hidup, pasti ada kejahatan, berarti kejahatan harus
diterima sebagai suatu yang memang ada, namun demikian bukan berarti sesuatu
yang harus dibiarkan pula, tetapi setidaknya, agar tidak dikatakan hukum
berhamba pada kekuasaan mestinya terapkanlah suatu keadilan komulatif untuk
mengatasi kejahatan tersebut, ibarat Piat
Justice Preat Mundus “biarkanlah keadilan itu ada sekalipun dunia
harus kiamat”. Sadar atau tidak, akar korupsi kini kian merambat kuat
pada hati sang koruptor. Bagaimana korupsi bagi seorang koruptor..? Bukan
persoalan..! secara yuridis korupsi itu kejahatan, kejahatan merupakan
persoalan yang dialami manusia dari waktu ke waktu. Mengapa kejahatan terjadi
dan bagaimana memberantasnya, merupakan persoalan yang tiada hentinya
diperdebatkan. Kejahatan merupakan masalah manusia, sejalan dengan ini hal itu
menunjukan, bahwa kejahatan itu terjadi dan tumbuh berkembang dalam lingkungan
kehidupan manusia. Eksistensi kejahatan menjadi gambaran lain dari eksistensi
kehidupan manusia itu sendiri.
Korupsi
merupakan hasil pembelajaran atau hasil interaksi antara birokrat, politisi,
pengusaha dan penguasa, sesungguhnya korupsi juga telah membudaya dan mengakar
dalam praktek birokrasi dan merambat dalam sendi-sendi kehidupan bangsa, karena
itulah bangsa Timor Leste harus waspada terhadap modus-modus baru korupsi,
karena partai politik bisa menjadi lahan dan tempat yang subur bersarangnya
sang koruptor. Agar hukum tidak dapat di katakan dapat di beli dengan uang, atau
Hukum terlihat sebagai administrasi patrimonial yang dipraktekkan dalam masa
Veodal untuk melayani seorang penguasa, bukan mengawasi penguasa. Maka ketegasan hukum dalam mencermati dan menangani
korupsi yang melibatkan fungsionaris partai politik dan pejabat publik harus benar-benar jeli dan teliti. Karena Praktek
semacam ini cenderung menciptakan rule of power (kedaulatan
kekuasaan) dan tidak melakukan perubahan dalam menciptakan rule of law (kedaulatan
hukum), sehingga pada gilirannya partisipasi masyarakat dalam penegakan hukum
dibelenggu tak berdaya dibawah kaki kekuasaan sehingga mubasir akan dalil Solus populi Supremo Lex Exto . Fenomena
ini justru tidak kondusif untuk mengiktiarkan upaya penegakan hukum yang lebih
mantap dalam memperkuat pilar-pilar
demokrasi di Timor Leste pada saat ini. Hukum dan penegakan yang masih
morat-marit tidak dapat di andalkan
sebagai instrumen untuk menumbuhkan demokrasi yang juga masih porak-poranda.
Justru kedua aspek penting ini terlebih dahulu harus dibenah atau dengan
perkataan lain terlebih dahulu dituntaskan hukum dan demokrasi di Timor Leste.
Dalam
era reformasi ini penegakan hukum harus berperspektif demokrasi, sehingga
bercirikan pemerintah yang terbuka, bertanggung jawab dan responsif. Oleh
karenanya, disyaratkan :
Pertama
: adanya prinsip keterbukaan informasi “The freedom of information”.
Kedua
: Ditegakkannya asas kekuasaaan kehakiman yang merdeka dan bertanggungjawab.
Ketiga
: Adanya jaminan yang luas bagi warga negara untuk memperoleh keadilan (acces
to juctice) apabila terlanjur menjadi korban akibat malpraktek dalam
penegakan hukum.
Keempat
: Diperlukan perundang-undangan yang demokratis dan aspiratif.
Kelima
: Dibutuhkan aparat penegak hukum, selain secara kuantitatif sebanding dengan
persoalan hukum yang dihadapi, juga secara kualitatif harus didukung dengan
kapabilitas penegakan hukum, yaitu memeliki kemampuan profesional yang memadai
dan didukung dengan intregritas yang teruji.
Dari
beberapa hal di atas diharapkan sebagai motivasi untuk pemberantasan korupsi di
Bangsa Tercinta Ini “TIMOR LESTE”
Akhir
Kata….. Penegakan Hukum Sebagai Pilar Dasar Demokrasi.
Nullun Delictum Nulla Poena Sine
Praevia Lege Poenale
“peristiwa
pidana tidak akan ada jika ketentuan pidana dalam Uud tidak ada
terlebih dahulu atau tidak ada kesalahan yang akan di hukum jika tidak ada
hukum atau Uud yang berlaku”.
Obrigado e Bem Hajam
Trimakasih dan Semoga.
No comments:
Post a Comment